LAMANG TANJUNG AMPALU
Ikon Sijunjung (1) tentang Sijunjung Lanseknyo manieh, kali
ini dengan judul lamang Tanjung Ampalu. Konon katanya dahulu pasar Senen
(Sinayan) Tanjung Ampalu terkenal dengan lamang Tanjung Ampalunya, para
pedagang yang datang ke pasar tersebut selalu membeli oleh-oleh berupa lamang.
Lamang Tanjung Ampalu betul-betul enak dan sulit dicari bandingan rasanya.
Pedagang yang datang dari Batusangkar menumpang mobil SOS
dalam perjalanan mereka selalu membicarakan oleh-oleh berupang lamang, demikian
pula pedagang yang berasal dari Solok, selalu mencari lamang untuk dibawa
pulang kerumah. Selepas waktu lohor kita tak mungkin lagi mencari lamang di
pasar Tanjung Ampalu semua habis terjual. Itu dulu tahun 1960 sampai 1980an.
Tak kurang seorang seniman rabab dari Pesisir Selatan yang
bernama Hasan Basri menulis cerita tentang lamang Tanjung Ampalu dalam rebabnya
sampai berjumlah 14 kaset. Kaset ini laku keras baik di Sumatera Barat maupun
di luar Sumatera Barat seperti di Jambi, Pakan Baru dan Jakarta. Kami sendiri
pernah membeli kasetnya sebanyak satu set (14 Kaset) di toko musik kota Jambi, konon
sekarang katanya sudah dalam CD dan DVD.
Dimanakah dibuat lamang tersebut ?
Sesungguhnya lamang tersebut dibuat di nagari Tanjung, disini
semua perempuan setengah bayah membuat lamang dan menjualnya keberbagai kota
sekitar seperti ke Sijunjung, Sawahlunto, Silungkang dan Tanjung Gadang bahkan
ada yang menjualnya sampai ke Bukittinggi, Solok, Padang Panjang dan Batu Sangkar.
Lamang Tanjung Ampalu mencapai puncaknya tahun 1970an. Setiap tapian tampek
mandi terlihat ratusan bahkan ribuan tabung lamang yang direndam oleh ibu-ibu
disini, bayangkan kalau ada sepuluh saja tapian tampek mandi berapa banyak
produksi lamang perminggunya. Benar-benar negari Tanjung merupakan Nagari Lamang.Kegiatan
malamang menjadi kegiatan masyarakat.Mau puasa malamang, panen padi disebut
pandiaman malamang, surau dan mesjid ikut malamang. Lamang dan Kelamai menjadi ciri
khas Nagari Tanjung.
Kegiatan malamang mulai pudar di era Orde Baru, masyarakat
tidak boleh lagi menanam padi sipulut bahan baku lamang, pertanian harus seragam,
sawah harus ditanami dengan bibit yang sama yang telah disediakan oleh
pemerintah dan menurut petunjuk PPL. Sehingga masyarakat tidak ada yang berani
menanam sipulut, semua bibit padi kalau tidak IR ya PB. Akhirnya bahan baku
lamang harus di beli dari luar, mungkin luar negeri ? seperti beras pulut
Thailand. Dampaknya rasa dan kualitas lamangpun menurun. Dan Berakhirlah era
lamang Tanjung Ampalu. Sekarang kalau ingin membeli lamang terpaksa keluar
daerah mungkin di Jakarta atau Bandung ? Tahun lalu saya sempat makan lamang
dan kolak durian tapi bukan di Tanjung Ampalu, tapi KL Tower (Menara Kuala
Lumpur di ketinggian hampir 400 meter). Rasa lamangnya sama dengan buatan
almarhum emak saya di Nagari Tanjung dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar