Minggu, 04 Maret 2012

IKON SIJUNJUNG (3)


LAMANG TANJUNG AMPALU

Ikon Sijunjung (1) tentang Sijunjung Lanseknyo manieh, kali ini dengan judul lamang Tanjung Ampalu. Konon katanya dahulu pasar Senen (Sinayan) Tanjung Ampalu terkenal dengan lamang Tanjung Ampalunya, para pedagang yang datang ke pasar tersebut selalu membeli oleh-oleh berupa lamang. Lamang Tanjung Ampalu betul-betul enak dan sulit dicari bandingan rasanya.
Pedagang yang datang dari Batusangkar menumpang mobil SOS dalam perjalanan mereka selalu membicarakan oleh-oleh berupang lamang, demikian pula pedagang yang berasal dari Solok, selalu mencari lamang untuk dibawa pulang kerumah. Selepas waktu lohor kita tak mungkin lagi mencari lamang di pasar Tanjung Ampalu semua habis terjual. Itu dulu tahun 1960 sampai 1980an.
Tak kurang seorang seniman rabab dari Pesisir Selatan yang bernama Hasan Basri menulis cerita tentang lamang Tanjung Ampalu dalam rebabnya sampai berjumlah 14 kaset. Kaset ini laku keras baik di Sumatera Barat maupun di luar Sumatera Barat seperti di Jambi, Pakan Baru dan Jakarta. Kami sendiri pernah membeli kasetnya sebanyak satu set (14 Kaset) di toko musik kota Jambi, konon sekarang katanya sudah dalam CD dan DVD.
Dimanakah dibuat lamang tersebut ?
Sesungguhnya lamang tersebut dibuat di nagari Tanjung, disini semua perempuan setengah bayah membuat lamang dan menjualnya keberbagai kota sekitar seperti ke Sijunjung, Sawahlunto, Silungkang dan Tanjung Gadang bahkan ada yang menjualnya sampai ke Bukittinggi, Solok, Padang Panjang dan Batu Sangkar. Lamang Tanjung Ampalu mencapai puncaknya tahun 1970an. Setiap tapian tampek mandi terlihat ratusan bahkan ribuan tabung lamang yang direndam oleh ibu-ibu disini, bayangkan kalau ada sepuluh saja tapian tampek mandi berapa banyak produksi lamang perminggunya. Benar-benar negari Tanjung merupakan Nagari Lamang.Kegiatan malamang menjadi kegiatan masyarakat.Mau puasa malamang, panen padi disebut pandiaman malamang, surau dan mesjid ikut malamang. Lamang dan Kelamai menjadi ciri khas Nagari Tanjung.
Kegiatan malamang mulai pudar di era Orde Baru, masyarakat tidak boleh lagi menanam padi sipulut bahan baku lamang, pertanian harus seragam, sawah harus ditanami dengan bibit yang sama yang telah disediakan oleh pemerintah dan menurut petunjuk PPL. Sehingga masyarakat tidak ada yang berani menanam sipulut, semua bibit padi kalau tidak IR ya PB. Akhirnya bahan baku lamang harus di beli dari luar, mungkin luar negeri ? seperti beras pulut Thailand. Dampaknya rasa dan kualitas lamangpun menurun. Dan Berakhirlah era lamang Tanjung Ampalu. Sekarang kalau ingin membeli lamang terpaksa keluar daerah mungkin di Jakarta atau Bandung ? Tahun lalu saya sempat makan lamang dan kolak durian tapi bukan di Tanjung Ampalu, tapi KL Tower (Menara Kuala Lumpur di ketinggian hampir 400 meter). Rasa lamangnya sama dengan buatan almarhum emak saya di Nagari Tanjung dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar